Kedudukan ibu di dalam rumah sangat besar. Oleh karena itu, tanggungjawabnya juga besar, seperti mendidik anak-anak. Hubungan ibu dengan anak-anaknya ialah hubungan alamiah. Artinya, secara alamiah, ibu dengan anak-anaknya mempunyai hubungan yang sangat rapat. Ibu adalah yang melahirkan anak, membesarkannya, dan ibu jualah yang mendidiknya tentang hidup dan kehidupan.
Seorang ibu di Minangkabau, memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sejak dini. Selain mengajarinya untuk mandiri, juga mengajari dan mendidiknya dalam budi pekerti. Budi pekerti menurut adat dan agama, ia tanamkan sejak awal. Dahulu kala, biasanya ibu memberikan pendidikan melalui cerita sebelum anak-anak tidur. Hal itu dilakukannya sampai anak benar-benar mengerti tentang ajaran adat dan agamanya.
Pada saatnya, anak disuruh mengaji di surau, disuruh belajar ibadah sholat, dan juga sekolah. Semua itu dilakukan oleh ibu yang kadang-kadang bekerja sama dengan bapak. Setelah mengikuti pendidikan, baik di surau maupun di sekolah, di rumah, ibu mengawasi anak-anaknya dalam belajar.
Di rumah gadang, khusus untuk anak perempuan, ibu memberikan perhatian penuh dalam mempersiapkan anaknya, terutama dalam menuju rumah tangga. Anak perempuan ketika menginjak dewasa, mendapat pengawasan yang ketat dari ibu. Ia mengajari anak-anaknya dalam sopan santun, cara bergaul, berbicara, berpakaian, sampai kepada cara melayani suami.
Pendidikan terhadap anak-anak ini berlangsung secara turun-temurun. Pada saat yang lalu, ibu juga menerima pendidikan serupa dari ibunya, hal itu ia turunkan pula kepada anak-anaknya. Dengan demikian, baik pendidikan bidang adat dan agama, berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Oleh karena itu ibu menjadi pendidik pertama dan utama dari anak-anaknya, seorang anak, kalau menghadapi masalah, lebih banyak mengadu kepada ibunya daripada kepada bapaknya.
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.
Seorang ibu di Minangkabau, memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sejak dini. Selain mengajarinya untuk mandiri, juga mengajari dan mendidiknya dalam budi pekerti. Budi pekerti menurut adat dan agama, ia tanamkan sejak awal. Dahulu kala, biasanya ibu memberikan pendidikan melalui cerita sebelum anak-anak tidur. Hal itu dilakukannya sampai anak benar-benar mengerti tentang ajaran adat dan agamanya.
Pada saatnya, anak disuruh mengaji di surau, disuruh belajar ibadah sholat, dan juga sekolah. Semua itu dilakukan oleh ibu yang kadang-kadang bekerja sama dengan bapak. Setelah mengikuti pendidikan, baik di surau maupun di sekolah, di rumah, ibu mengawasi anak-anaknya dalam belajar.
Di rumah gadang, khusus untuk anak perempuan, ibu memberikan perhatian penuh dalam mempersiapkan anaknya, terutama dalam menuju rumah tangga. Anak perempuan ketika menginjak dewasa, mendapat pengawasan yang ketat dari ibu. Ia mengajari anak-anaknya dalam sopan santun, cara bergaul, berbicara, berpakaian, sampai kepada cara melayani suami.
Pendidikan terhadap anak-anak ini berlangsung secara turun-temurun. Pada saat yang lalu, ibu juga menerima pendidikan serupa dari ibunya, hal itu ia turunkan pula kepada anak-anaknya. Dengan demikian, baik pendidikan bidang adat dan agama, berlangsung dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Oleh karena itu ibu menjadi pendidik pertama dan utama dari anak-anaknya, seorang anak, kalau menghadapi masalah, lebih banyak mengadu kepada ibunya daripada kepada bapaknya.
Sumber Referensi:
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.