Sebab-Sebab Terjadinya Hubungan Kekerabatan dalam Masyarakat Sumatera Barat

Di dalam masyarakat Minangkabau ada dua bentuk kekerabatan. Pertama kekerabatan di dalam suku, kedua kekerabatan karena adanya perkawinan (pernikahan). Kekerabatan di dalam suku terjadi karena masyarakat Minangkabau menganut garis keturunan ibu atau matrilineal. sedangkan kekerabatan karena perkawinan (pernikahan) terjadi antara dua suku atau lebih yang berbeda. Mengapa?. Perkawinan di Minangkabau adalah perkawinan luar suku bukan di dalam suku. Artinya, laki-laki Minangkabau hanya diperbolehkan menikahi perempuan yang berbeda suku dengannya. Sebagian masyarakat Minangkabau menyebutkan pengecualian untuk beberapa hal, seperti berlainan kota, berlainan daerah, dan sebagainya.

Sebab Terjadinya Hubungan Kekerabatan

Kekerabatan dalam suku menurut garis keturunan ibu adalah ibu dengan anak, mamak dengan kemenakan, saudara dengan saudara, saudara dengan saudari, dan sebagainya. Sedangkan kekerabatan antara suku (karena perkawinan) misalnya sumando dan sumandan, minantu dan mintuo, induak bako dan anak pisang, dan sebagainya.

Adanya kekerabatan tersebut melahirkan masyarakat yang kolektif. Antara satu keluarga dengan keluarga yang lain memiliki kaitan atau hubungan. Antara satu suku dengan suku yang lain juga demikian. Orang Minangkabau mengatakan kaitan keluarga seperti itu dengan kata-kata “basaluak-baluak” atau “bakaik-kaik” (berseluk-beluk atau berkait-kait).

Adanya kaitan dan hubungan kekerabatan itu menimbulkan sikap kebersamaan di dalam masyarakat. Disebabkan karena antara satu kerabat dengan kerabat lain saling mengait, saling menyegani, dan saling menghormati. Dengan demikian sifat gotong royong, sifat bekerja sama, dan sifat kemasyarakatan lainnya telah mengakar di dalam kehidupan budaya masyarakat.


Sumber Referensi:


Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.

Posting Komentar

Apa Pendapat Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال