Pada hakikatnya, setiap perbuatan dan tindakan di Minangkabau ada aturannya. Ada norma-norma yang mengaturnya. Norma itu diungkapkan dalam bentuk “kato-kato”. Misalnya diungkapkan “malabihi ancak-ancak, mangurangi sio-sio”. Ungkapan tersebut mengandung makna, dalam bertindak jangan berlebih-lebihan, jangan berbuat berbuat berlebih-lebihan, karena tindak atau perbuatan yang berlebihan itu menjurus kepada perbuatan ria. Sebaliknya, tindakan jangan dikurangi dari yang seharusnya, karena kalau kurang itu berarti kesia-siaan.
Ungkapan lain menyatakan “kato sapatah dipikiri, jalan salangkah madok suruik”. Hal ini memberi aba-aba bahwa jika melakukan sesuatu hendaklah dipikirkan akibatnya. Dilihat dan dipikirkan akibat perbuatan itu. Jangan sampai perbuatan itu menimbulkan kesalahan sehingga merugikan diri sendiri atau orang lain.
Bertindak dan berbuat di rumah gadang menuntut lebih hati-hati lagi. Oleh karena di rumah gadang terdapat banyak orang. Orang itu ada yang bersaudara, ada sumando, ada minantu, dan ada mintuo. Antara minantu dan mintuo atau sebaliknya memiliki hubungan yang sangat segan menyegani. Oleh karena itu, baik minantu maupun mintuo harus bertindak sangat hati-hati, supaya jangan ada yang tersinggung oleh tindakan atau perbuatan itu.
Jadi, berbuat dan bertindak di rumah gadang hendaklah menurut norma yang berlaku secara umum dan norma yang berlaku secara khusus di rumah gadang tersebut.
Sumber Referensi:
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.
Ungkapan lain menyatakan “kato sapatah dipikiri, jalan salangkah madok suruik”. Hal ini memberi aba-aba bahwa jika melakukan sesuatu hendaklah dipikirkan akibatnya. Dilihat dan dipikirkan akibat perbuatan itu. Jangan sampai perbuatan itu menimbulkan kesalahan sehingga merugikan diri sendiri atau orang lain.
Bertindak dan berbuat di rumah gadang menuntut lebih hati-hati lagi. Oleh karena di rumah gadang terdapat banyak orang. Orang itu ada yang bersaudara, ada sumando, ada minantu, dan ada mintuo. Antara minantu dan mintuo atau sebaliknya memiliki hubungan yang sangat segan menyegani. Oleh karena itu, baik minantu maupun mintuo harus bertindak sangat hati-hati, supaya jangan ada yang tersinggung oleh tindakan atau perbuatan itu.
Jadi, berbuat dan bertindak di rumah gadang hendaklah menurut norma yang berlaku secara umum dan norma yang berlaku secara khusus di rumah gadang tersebut.
Sumber Referensi:
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.