Asal Usul Luhak Agam Menurut Tambo Minangkabau

Asal usul Luhak Agam yang terdapat di dalam tambo juga terdiri dari beberapa versi. Cerita pertama sama seperti Luhak Tanah Datar. Di gunung marapi terdapat sumur (luak). Luak ini ditumbuhi oleh rumput mensian (agam). Penduduk yang biasa minum di sumur itu kemudian pindah ke suatu tempat, yang kemudian dinamakan sesuai dengan nama sumur tempat mereka biasa minum, yaitu Luhak Agam.

Asal Usul Luhak Agam Menurut Tambo Minangkabau

Sedangkan cerita kedua, setelah rombongan untuk ke Tanah Datar berangkat dari Pariangan Padang Panjang, disusul oleh rombongan kedua. Rombongan ini menuju ke utara. Di tempat tujuan tersebut, mereka menemukan lubuk atau luak yang dipenuji oleh tumbuhan mensian (agam). Akhirnya tempat tersebut dinamakaan Luak Agam yang kemudian berubah menjadi Luhak Agam.

Daerah yang bernama Luhak Agam ini di ungkapkan di dalam mamangan orang Minangkabau sebagai berikut:
Nan salilik Gunuang Marapi,
Saedaran gunuang singgalang,
Sakaliliang Danau Maninjau,
Banamo Luhak Tanah Agam.


Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kira-kira menjadi seperti berikut:

Nan salilik Gunuang Marapi,
Yang sebelit Gunung Marapi,
Saedaran gunuang singgalang,
Seedaran Gunung Singgalang,
Sakaliliang Danau Maninjau,
Sekeliling Danau Maninjau,
Banamo Luhak Tanah Agam.
Bernama Luhak Tanah Agam

Luhak Agam disebut juga “Luhak Nan Tangah” (luhak yang tenah). Nama ini sesuai dengan keberangkatan rombongan dari Pariangan Padang Panjang. Rombongannya berangkat diantara rombongan “Tanah Tanah” dengan rombongan “Limo Puluah Koto”. Oleh karena mereka berangkat diantara itu (di tengah) maka Luhak Agam disebut “Luhak Nan Tangah”.

Luhak agam juga memiliki ungkapan yang dinyatakan sebagai berikut:
“buminyo angek, aianyo karuah, ikannyo lia”.
(buminya panas, airnya keruh, ikannya liar).

Ungkapan tersebut sesuai dengan watak masyarakatnya. Penduduk Agam digambarkan sebagai orang yang berwatak “panas”, masyarakatnya heterogen, persaingannya dalam hidup sangat taja,. Persaingan antara satu nagari dengan nagari tetangganya sangat ketat.

Rumah gadang Luhak Agam berbeda dengan rumah gadang Tanah Datar. Rumah gadang Luhak Agam berlantai rata. Tidak ada anjungan di kiri-kanannya. Hal ini menggambarkan bahwa Luhak Agam menganut kelarasan Bodi Caniago atau aliran Datuak Parpatih Nan Sabatang.

Menurut tambo, perpindahan penduduk dari Pariangan Padang Panjang ke daerah ini terjadi empat periode yang terdiri dari empat kaum. Periode pertama sampai ke daerah “IV angkek” yang sekarang. Mereka mendirikan nagari: biaro, balaigurah, lambah, dan panampuang.

Rombongan kedua mendirikan nagari: Canduangan Koto Laweh, Kurai, Dan Banuhampu. Rombongan Ketiga Mendirikan Nagari: Sianok, Koto Gadang, Guguak dan Tabek Sarojo. Sedangkan rombongan keempat mendirikan nagari: Sariak, Sungai Pua, Batagak, dan Batu Palano. Sekarang mungkin nama-nama daerah tersebut telah berubah nama untuk menyesuaikan dengan perkembangan.

Dengan keberangkatan empat rombongan itu mereka di Luhak Agam hanya mendirikan 16 koto pada mulanya. setelahnya berkembang dan kemudian lahir nagari di daerah lain seperti: Kapau, Gaduik, Salo, Koto Baru, Magek, Tilatang Kamang, Tabek Panjang, Simarasok, Padang Tarab, dan lain-lain.


Sumber Referensi:


Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.

Posting Komentar

Apa Pendapat Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال