Fungsi Cadiak Pandai Dalam Masyarakat Minangkabau Sumatera Barat

Ungkapan adat menyatakan “cadiak pandai pagaran kokoh, pamaga korong dengan kampuang, pamaga adat jo agamo, pamaga anak kemenakan, pamaga balai jo musajid, pamaga sawah jo ladang, pamaga budi nak jan hilang, sarato malu nak jan tumbuah” (Cerdik pandai pagaran kokoh, pemagar korong dengan kampung, pemagar adat dan agama, pemagar anak-kemenakan, pemagar balai dan mesjid, pemagar sawah dan ladang, pemagar budi supaya jangan hilang, serta malu supaya jangan tumbuh).

Kedudukan cadiak pandai adalah sebagai pemimpin. Kepemimpinannya diakui karena kemampuan pribadinya. Dengan kedudukan tersebut cadiak pandai berfungsi di dalam masyarakat. Fungsi tersebut digambarkan di dalam ungkapan adat yang telah disebutkan di bagian atas. Intinya adalah sebagai pemagar nagari dengan segala isinya. Kecerdikan, ketahuan, dan kepandaian yang dimilikinya ia gunakan untuk pemagar nagarinya.

Fungsi Cadiak Pandai Dalam Masyarakat Minangkabau

Pagaran kokoh artinya adalah pelindung yang kuat. Cadiak pandai menggunakan kemampuannya untuk melindungi masyarakat, adat, balai mesjid di nagari. Ia melindungi masyarakat dalam bentuk pencegahan supaya masyarakat jangan lari dari ajaran adat dan agama. Ia melindungi adat supaya tetap dipakai sebagai ajaran moral dan pedoman hidup bagi masyarakatnya. Ia melindungi masyarakat supaya tetap mempertahankan dan mengutamakan budi menurut ajaran Minangkabau.

Dalam fungsinya sesama pemimpin dengan penghulu dan ulama, cadiak pandai memberikan pertimbangan kepada penghulu dalam hal-hal yang bersifat umum. Ia memberikan pertimbangan agar penghulu dalam mengambil keputusan tetap dalam kearifan dan kebijakan. Kearifan itu diperlukan oleh penghulu agar selalu berpedoman kepada alua dan patuik.

Jadi fungsi cadiak pandai tergambar dalam kewajibannya. Kawajibannya kepada masyarakat nagari dan kewajibannya memberikan masukan kepada penghulu sebagai pemimpin adat. Dalam memberikan ide atau pertimbangan kepada penghulu, cadiak pandai lebih berfungsi sebagai intelektual. Ia berfungsi sebagai pemikir, sebagai orang berilmu yang mampu menerapkan ilmunya untuk kepentingan masyarakat.

Ungkapan adat menyatakan “cadiak pandai pagaran kokoh, pamaga korong dengan kampuang, pamaga adat jo agamo, pamaga anak kemenakan, pamaga balai jo musajid, pamaga sawah jo ladang, pamaga budi nak jan hilang, sarato malu nak jan tumbuah” (Cerdik pandai pagaran kokoh, pemagar korong dengan kampung, pemagar adat dan agama, pemagar anak-kemenakan, pemagar balai dan mesjid, pemagar sawah dan ladang, pemagar budi supaya jangan hilang, serta malu supaya jangan tumbuh).

Kedudukan cadiak pandai adalah sebagai pemimpin. Kepemimpinannya diakui karena kemampuan pribadinya. Dengan kedudukan tersesbut cadiak pandai berfungsi di dalam masyarakat. Fungsi tersebut digambarkan di dalam ungkapan adat yang telah disebutkan di bagian atas. Intinya adalah sebagai pemagar nagari dengan segala isinya. Kecerdikan, ketahuan, dan kepandaian yang dimilikinya ia gunakan untuk pemagar nagarinya.

Pagaran kokoh artinya adalah pelindung yang kuat. Cadiak pandai menggunakan kemampuannya untuk melindungi masyarakat, adat, balai mesjid di nagari. Ia melindungi masyarakat dalam bentuk pencegahan supaya masyarakat jangan lari dari ajaran adat dan agama. Ia melindungi adat supaya tetap dipakai sebagai ajaran moral dan pedoman hidup bagi masyarakatnya. Ia melindungi masyarakat supaya tetap mempertahankan dan mengutamakan budi menurut ajaran Minangkabau.

Dalam fungsinya sesama pemimpin dengan penghulu dan ulama, cadiak pandai memberikan pertimbangan kepada penghulu dalam hal-hal yang bersifat umum. Ia memberikan pertimbangan agar penghulu dalam mengambil keputusan tetap dalam kearifan dan kebijakan. Kearifan itu diperlukan oleh penghulu agar selalu berpedoman kepada alua dan patuik.

Jadi fungsi cadiak pandai tergambar dalam kewajibannya. Kawajibannya kepada masyarakat nagari dan kewajibannya memberikan masukan kepada penghulu sebagai pemimpin adat. Dalam memberikan ide atau pertimbangan kepada penghulu, cadiak pandai lebih berfungsi sebagai intelektual. Ia berfungsi sebagai pemikir, sebagai orang berilmu yang mampu menerapkan ilmunya untuk kepentingan masyarakat.


Sumber Referensi:


Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.


Image: bukittinggikota.go.id

Posting Komentar

Apa Pendapat Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال