Analisis Industri merupakan tahap kedua dalam analisis fundamental secara top-down approach. Dalam tahap ini, investor mencoba membandingkan kinerja dari berbagai industri dalam suatu lokasi (negara), untuk mengetahui jenis industri apa saja yang memiliki prospek paling baik juga sebaliknya. Selanjutnya berdasarkan analisis itu, investor bisa menggunakan informasi yang didapatkan sebagai masukan untuk mempertimbangkan saham-saham dari kelompok industri manakah yang paling baik untuk dimasukkan dalam portofolio.
Analisis industri merupakan salah satu tahap yang penting dilakukan oleh investor. Informasi yang akan didapatkan dari analisis ini dapat membantu investor untuk mengidentifikasi peluang-peluang investasi dalam industri yang mempunyai karakteristik risiko dan return yang akan mendatangkan keuntungan bagi investor.
Beberapa penelitian empiris yang dirangkum oleh Reilly dan Brown (1997) menyimpulkan 5 hal penting investor perlu melakukan analisis industri:
Pertama: Industri yang berbeda mempunyai tingkat return yang berbeda pula. Karena itu, analisis industri perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan kinerja antar industri. Jika dilakukan, maka investor dapat mengidentifikasi berbagai peluang yang menguntungkan dan yang tidak.
Kedua: Tingkat return masing-masing industri berbeda di setiap tahunnya. Oleh karena itu, investor perlu menambahkan data lain yang relevan utuk melakukan estimasi return industri pada masa yang akan datang, disamping menggunakan data return industri.
Ketiga: Tingkat return perusahaan-perusahaan pada industri yang sama, terlihat cukup beragam. Maka dari itu, setelah melakukan analisis industri, investor perlu melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu analisis perusahaan.
Keempat: Tingkat risiko berbagai industri juga beragam. Sehingga investor perlu mempelajari dan melakukan estimasi faktor-faktor yang relevan untuk suatu industri tertentu seperti halnya estimasi return.
Kelima: Tingkat risiko suatu industri relatif stabil sepanjang waktu. Sehingga, analisis risiko berdasarkan data historis dapat digunakan untuk melakukan estimasi risiko industri di masa berikutnya.
Mengelompokkan suatu industri, realitanya tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Investor perlu menyadari bahwa banyak perusahaan yang bergerak dalam lini bisnis yang berbeda. Untuk mensiasati permasalah tersebut, diperlukan metode yang bisa digunakan untuk mengklasifikasikan industri ke dalam berbagai devisi, yang dikenal dengan sistem Standard Industrial Classification (SIC).
Di Indonesia sendiri, standar pengelompokan industri ini dikenal dengan Jakarta Stock Exchange Sectoral Industry Classification (JASICA). Klasifikasi JASICA tersebut terdiri dari 9 divisi, yang kemudian dibagi lagi menjadi kelompok industri utama dan diberi kode 2 digit.
Analisis industri merupakan salah satu tahap yang penting dilakukan oleh investor. Informasi yang akan didapatkan dari analisis ini dapat membantu investor untuk mengidentifikasi peluang-peluang investasi dalam industri yang mempunyai karakteristik risiko dan return yang akan mendatangkan keuntungan bagi investor.
Beberapa penelitian empiris yang dirangkum oleh Reilly dan Brown (1997) menyimpulkan 5 hal penting investor perlu melakukan analisis industri:
Pertama: Industri yang berbeda mempunyai tingkat return yang berbeda pula. Karena itu, analisis industri perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan kinerja antar industri. Jika dilakukan, maka investor dapat mengidentifikasi berbagai peluang yang menguntungkan dan yang tidak.
Kedua: Tingkat return masing-masing industri berbeda di setiap tahunnya. Oleh karena itu, investor perlu menambahkan data lain yang relevan utuk melakukan estimasi return industri pada masa yang akan datang, disamping menggunakan data return industri.
Ketiga: Tingkat return perusahaan-perusahaan pada industri yang sama, terlihat cukup beragam. Maka dari itu, setelah melakukan analisis industri, investor perlu melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu analisis perusahaan.
Keempat: Tingkat risiko berbagai industri juga beragam. Sehingga investor perlu mempelajari dan melakukan estimasi faktor-faktor yang relevan untuk suatu industri tertentu seperti halnya estimasi return.
Kelima: Tingkat risiko suatu industri relatif stabil sepanjang waktu. Sehingga, analisis risiko berdasarkan data historis dapat digunakan untuk melakukan estimasi risiko industri di masa berikutnya.
Mengelompokkan suatu industri, realitanya tidaklah sesederhana yang dibayangkan. Investor perlu menyadari bahwa banyak perusahaan yang bergerak dalam lini bisnis yang berbeda. Untuk mensiasati permasalah tersebut, diperlukan metode yang bisa digunakan untuk mengklasifikasikan industri ke dalam berbagai devisi, yang dikenal dengan sistem Standard Industrial Classification (SIC).
Di Indonesia sendiri, standar pengelompokan industri ini dikenal dengan Jakarta Stock Exchange Sectoral Industry Classification (JASICA). Klasifikasi JASICA tersebut terdiri dari 9 divisi, yang kemudian dibagi lagi menjadi kelompok industri utama dan diberi kode 2 digit.