Pada hakikatnya, 'kampuang' di Minangkabau adalah pemekaran penghuni sebuah rumah gadang. Di rumah gadang tinggal orang “saparuik” yaitu orang yang pada mulanya satu nenek, satu keturunan. Kemudian penduduk rumah gadang bertambah banyak, lahirlah anak-anaknya dan rumah gadang tidak mampu lagi manampungnya. Keluarga yang telah mampu lalu mulai mendirikan rumah di samping rumah gadang tersebut.
Dari rumah yang didirikan tersebut lahir pula anak-anak yang kemudian setelah mampu dan dewasa mereka mendirikan rumah di sebelahnya. Akhirnya terdapat sederatan rumah di wilayah tersebut. itulah yang kemudian menjadi kampuang. Dengan demikian, syarat berdirinya kampuang disimpulkan sebagai berikut:
1. pemerakan sebuah rumah gadang
2. didiami oleh orang satu suku 3. ada pemimpin, disebut “tuo kampuang”
4. terdiri dari sejumlah rumah.
Berbeda dengan arti kampuang yang sekarang. Orang-orang yang bermukim dalam satu kelompok dalam satu kesatuan wilayah yang lebih kecil, juga dinamakan kampuang . Namun artinya sudah bergeser dari pengertian kampuang semula. Di kampuang yang baru ini, pemimpinnya bukan lagi penghulu adat atau penghulu andiko, tetapi orang yang tingal di dalam kelompok itu dipilih bersama-sama.
Jadi terdapat perbedaan pengertian antara kampuang menurut pengertian semula dengan kampuang menurut arti yang sekarang di Minangkabau. kampuang sekarang bukan lagi dihhuni atau didiami oleh masyarakat yang satu suku saja, tetapi sudah terdiri dari beberapa suku berbeda. Hal ini terjadi karena perkembangan kehidupan bermasyarakat yang lebih luas.
Jadi syarat berdirinya kampuang juga mengalami perubahan karena arti kampuang yang telah mengalami perubahan. Terutama syarat yang pertama, yaitu pemekaran sebuah nagari, dan kedua, yaitu didiami oleh orang satu suku.
Sumber Referensi:
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.
image: soeloehmelajoe.wordpress.com