Tela'ah Arsitektur dan Ukiran Rumah Gadang (Adat) Minangkabau

Arsitektur Ukiran Rumah Gadang Minangkabau

Sebelum masuk pada pembahasan, bagian mana yang paling menonjol dari rumah gadang minangkabau?. Ya, bagian atapnya yang bergonjong. Maka dari itu rumah gadang sering disebut juga dengan “rumah bagonjong”. Arsitektur bagian atap yang bergonjong ini menjadi keunikan tersendiri dari rumah gadang minangkabau. Bahkan hingga saat ini, bangunan yang bergonjong seperti kian banyak di temui. Misalnya di daerah minangkabau saja, kantor – kantor pemerintahan di bangun dengan gaya rumah gadang minangkabau dengan bentuk atap yang bergonjong. Tak hanya itu, ada juga rumah – rumah yang di bangun menyerupai gaya rumah gadang minangkabau.

Banyaknya bangunan – bangunan yang menyerupai rumah gadang ini merupakan sesuatu yang sangat baik. Setidaknya hal ini dapat menggambarkan ciri khas rumah gadang minangkabau. Selain itu, hal seperti ini juga dapat di artikan bahwa masyarakat dan pemerintahan khususnya sumatera barat masih berusaha untuk melestarikan bentuk atau arsitektur rumah adat ini.

ARSITEKTUR RUMAH GADANG

Arsitektur merupakan gaya rancangan suatu bangunan, seringkali di sebut juga dengan bentuk bangunan. Bararti arsitektur rumah gadang minangkabau adalah gaya rancangan bangunan rumah gadang minangkabau atau bentuk rumah gadang minangkabau.

Arsitektur merupakan kreasi seni bangunan. Dalam arsitektur terseb terkandung unsur pembentuknya. Unsur tersebut seperti ruang, susunan, dan bahan. Penciptaan arsitektur bangunan berhubungan dengan kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Selain manusia itu sendiri, lingkungan alam juga mempengaruhi penciptaannya. Hal lainnya yang juga mempengaruhi adalah norma adat, kehidupan rohani, dan kebiasaan masyarakat.  Begitu juga dengan penciptaan arsitektur rumah gadang minangkabau.

Ruang yang ada di dalam rumah gadang berguna untuk menampung kegiatan manusia sebagai pemiliknya. Ruang tersebut dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh suatu generasi ke generasi berikutnya. Sedangkan, kalau dari susunan dan bentuknya di pengaruhi oleh alam lingkungan. Selain itu juga di latarbelakangi oleh adat dan kebiasaan masyarakat. Jadi dapat di katakan, bentuk dan susunan rumah gadang ini di pengaruhi oleh dua hal yaitu lingkungan alam dan lingkungan sosial.

Adanya pengaruh lingkungan alam dan lingkungan sosial tersebut, melahirkan banyak cerita tentang asal – usul rumah gadang ini. Cerita tersebut biasanya bersumber dari tambo minangkabau. Tapi, ada juga yang berasal dari berbagai tulisan yang di tulis oleh orang terdahulu pada masa yang lampau. Setiap cerita yang disampaikan, mempunyai sudut pandang dan argumen sendiri. Sehingga sukar diketahui yang mana dari cerita itu yang paling benar. Berikut adalah cerita yang paling sering di pakai oleh masyarakat tentang asal usulnya bentuk rumah gadang minangkabau.

Cerita pertama. Ada yang mengatakan bahwa, bentuk atap rumah gadang yang bergonjong menyerupai tanduk kerbau. Berdasarkan penjelasan cerita tersebut, semua itu berhubungan dengan cerita tambo yang menyatakan kemenangan orang minangkabau dalam adu kerbau dengan raja dari jawa. Sehingga untuk melestarikan peristiwa tersebut, masyarakat minangkabau membuat rumah yang atapnya bergonjong seperti tanduk kerbau.

Cerita kedua. bentuk rumah gadang ini mirip dengan sebuah kapal. Kapal tersebut dinamakan dengan “lancang”. Katanya, pada dahulunya lancang ini datang dari arah timur melalui sungai kampar. Ketika sampai di hulu sungai, kapal di tarik ke darat. Supaya kapal tersebut jangan lapuk, pemiliknya memasang atap pada kapal. Layar yang di gantung pada tiang – tiang dan di ikat dengan tali, berfungsi sebagai atap. Oleh karena layar terlalu berat, tiang – tiang itu  di baut melengkung menyerupai gonjong. Penumpang lancang tersebut kemudian juga membuat rumah  yang mirip dengan itu. Dari sini asal – usul bentuk rumah gadang minangkabau.

Cerita ketiga. Bentuk rumah gadang itu menyerupai susunan sirih dalam cerana. Tulang sirih itu melentik seperti bubungan atap. Cerita ini diperkuat dengan fungsi sirih di minangkabau, sebagai lambang persaudaraan dan kekeluargaan.

Ketiga cerita tersebut merupakan yang paling banyak di pakai oleh masyarakat. Jika di kaji lebih jauh, tentunya akan banyak versi cerita lain tentang asal usul rumah gadang yang dapat kita temui.  

Walau banyak versi, namun yang jelas bentuk rumah gadang ini sangat khas. Bentuk dasarnya segi empat, tetapi tidak simetris. Rumah gadang ini mengembang ke atas, karena tonggak bagian luarnya tidak lurus ke atas, tetapi miring sedikit keluar. Hal tersebut di rancang seperti itu, mungkin berhubungan dengan kondisi alam di minangkabau. Wilayah minangkabau yang berada di daratan tinggi dan daratan rendah bukit barisan. Di sana embusan angin termasuk kencang. Sehingga dengan bentuk atap yang bergonjong ini terpaan angin yang kecang tersebut dapat di atasi.

Atap rumah gadang melengkung seperti tanduk kerbau atau seperti susunan sirih dalam cerana. Atapnya yang lancip atau runcing ke atas disebut dengan gonjong. Semakin ke atas semakin runcing dan tajam.  Hal tersebut mungkin juga berkaitan dengan lingkungan alam. Alam minangkabau, khususnya bukit barisan, sering terjadi hujan. Dengan membentuk atap yang bergonjong ini, air hujan yang turun dapat dengan mudah turun ke bawah. Atap tersebut pada mulanya terbuat dari ijuk, namun sekarang mungkin sudah di ganti dengan menggunakan bahan lain seperti seng.

Lengkungan pada badan rumah gadang, landai seperti kapal. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan cerita yang di atas, yang mengatakan bahwa bentuk rumah gadang adalah tiruan dari bentuk sebuah lancang atau kapal.

Rumah gadang jika di lihat – lihat juga berbentuk panggung. Lantainya tinggi, atau agak di tinggikan dari tanah, kira – kira dua meter. Hal ini mungkin berkaitan dengan lingkungan alam. Dahulunya, minangkabau merupakan kawasan yang terdapat banyak binatang buas. Untuk menghindari binatang buas itu, rumah tersebut harus ditinggikan. Di bagian bawah rumah gadang ini, biasanya juga di jadikan sebagai tempat untuk memelihara ternak seperti ayam, kambing, atau kerbau.

Diantara lantai dengan atap terdapat bagian yang di sebut dengan “pagu” (semacam loteng). Biasanya di gunakan untuk menyimpan barang – barang yang hanya sesekali di pakai. Selain itu di dalam rumah gadang terdapat dua bagian , yaitu bilik atau kamar dan ruang lepas.

UKIRAN RUMAH GADANG

Dinding rumah gadang terbuat dari kayu, dan bagian belakangnya terbuat dari bambu. Kayu yang digunakan untuk membentuk dinding tersebut merupakan kayu pilihan. Kayu tersebut di bentuk menjadi papan. Papan ini dapat bertahan lama. Begitu juga dengan bambu yang di gunakan untuk membentuk bagian belakang. Biasanya bambu yang digunakan adalah bambu yang sudah tua. Selain itu, untuk mengawetkan bambu tersebut, biasanya terlebih dahulu di rendam di dalam lumpur atau air dalam jangka waktu tertentu.

Dinding yang terbuat dari papan tersebut di pasang secara vertikal. Pada setiap sambungan antara papan yang satu dengan yang lain diberi bingkai. Pada jendela da pintu juga terdapat bingkai yang terbuat dari papan. Bingkai tersebut di pasang dengan lurus. Semua papan dan bingkai ini dipenuhi oleh ukiran. Tidak hanya pada dinding, jendela atau pintu saja, tiang rumah gadang juga sering di ukir dengan berbagai macam gaya ukiran.  Sehingga dapat di katakan, ukiran tersebut merupakan hiasan yang dominan dalam bangunan rumah gadang minangkabau.

Ukiran yang di bentuk tersebut merupakan ragam hiasan bidang. Setiap ukiran pada bagian – bagian di rumah gadang mempunyai ciri khas dan makna tersendiri. Ukiran tersebut juga merupakan sebuah karya seni di minangkabau. Ukiran tersebut bersumber dari motif alam, yang berkaitan dengan falsafah alam yang di anut oleh orang minangkabau. Bukan berarti ukiran tersebut dijadikan sebagai bentuk kepercayaan atau skaral maupun sebagai bentuk pemujaan, tetapi ukiran tersebut semata – mata di tampilkan sebagai karya seni yang bernilai hiasan.

alam takambang jadi guru” sebagai falsafah orang minangkabau sangat mempengaruhi bentuk dan gaya tampilan ukiran rumah  gadang.  Biasanya motif ukiran bersumber dari akar tumbuhan merambat. Akar tumbuhan merambat itu di sebut  akar yang berdaun, berbunga, dan berbuah. Variasi susunan akar merupakan pola inti ukiran tersebut. ada pola akar berlingkaran, berjajaran, berhimpitan, berjalin, dan bersambung atau sambung – menyambung.

Penamaan ukiran tersebut di sesuaikan dengan bentuk polanya. Nama – nama tersebut seperti “kaluak paku, pucuak rambuang, saluak laka, jalo, jarek, itiak pulang patang, dan saik galamai”. Setiap nama dari ukiran tersebut memiliki makna ajaran minangkabau. Penamaan dan pemakaian ukiran tersebut yaitu, “kaluak paku’ di artikan sebagai ajaran anak dipangku kemenakan dibimbing. “pucuak rabuang” di artikan sebagai ajaran yang praktis yaitu “ketek baguno, gadang tapakai”. “saluak laka” diartikan sebagai lambang kekerabatan di minangkabau yang saling berkaitan. “jalo” melambangkan sistem pemerintahan yang di tuangkan datuak parpatih nan sabatang atau aliran bodi caniago. “jarek” melambangkan sistem pemerintahan yang di ciptakan oleh datuak katumanggungan atau aliran koto piliang. “itiak pulang patang” diartikan sebagai sebuah ketertiban anak – kemenakan. “saik galamai” melambangkan ketelitian. Bentuk ukiran lain yaitu “si kambang manih”yang menggambarkan keramahan.

Posting Komentar

Apa Pendapat Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال