Di Minangkabau, ada tiga unsur pemimpin. Ketiga pemimpin tersebut memiliki posisi atau kedudukannya masing – masing dalam masyarakat. Ketiga pemimpin tersebut juga memiliki peran yang sangat penting dalam membangun nagari di minangkabau. Ketiga pemimpin tersebut adalah Niniak mamak (pangulu), Alim Ulama, dan Cadiak pandai.
Tentang ketiga pemimpin tersebut telah di perkenalkan pada artikel lain yang sudah terlebih dahulu di postingkan. Di dalam artikel tersebut kita sudah membahas tentang kedudukan dan fungsi masing – masing pemimpin tersebut. Pada artikel ini, hanya akan membahas tentang gabungan dan kerjasama ketiga unsur pemimpin tersebut. secara garis besarnya, materi yang akan dibahas pada artikel ini yaitu tentang gabungan unsur pemimpin dan kepemimpinan "tungku tigo sajarangan".
GABUNGAN UNSUR PIMPINAN
Dalam sebuah nagari di minangkabau terdapat tiga unsur pemimpin. Ketiga pemimpin sangat berperan penting dalam membangun sebuah nagari. mereka bekerja sama dalam memimpin masyarakat. Mereka bekerja secara bersama - sama sesuai dengan bidangnya masing – masing. Pangulu merupakan pimpinan dalam bidang adat minangkabau. Alim ulama berperan sebagai pemimpin dalam bidang agama. Terakhir, cadiak pandai berperan sebagai pimpinan dalam hal – hal yang bersifat umum. Kerjasama tersebut di lakukan untuk kepentingan masyarakat dalam kehidupan sehari –hari.
Ketiga pemimpin tersebut memiliki bagian yang dipimpinnya masing – masing. Pangulu berkewajiban memimpin anak dan kemenakan, alim ulama berkewajiban memimpin jema’ahnya, dan cadiak pandai berkewajiban memimpin masyarakat yang di milikinya. Walaupun berbeda dalam bagian yang di pimpinnya, namun sebenarnya ketiga pemimpin tersebut merupakan satu – kesatuan, satu tujuan. Mungkin yang berbeda hanyalah jalannya saja.
Kesatuan tersebut melahirkan sebuah bentuk sistem yang lengkap. Sistem tersebut di koordinasikan oleh pangulu, karena oang pangulu merupakan pemimpin yang terdepan. Selain itu, pangulu juga unsur pimpinan yang memiliki wewenang dalam menetap kebijaksanaan. jadi dapat dikatakan, gabungan ketiga pemimpin tersebut di pimpin oleh seorang pangulu, karena memang yang memiliki anak dan kemenakan adalah pangulu.
Gabungan pimpinan itu terlihat di tingkat nagari. segala keputusan di nagari di putuskan oleh ketiga pemimpin tersebut. apabila salah satu dari ketiga pimpinan tersebut belum sependapat terhadap suatu keputusan, maka keputusan tersebut belum dapat di jalankan. Maka dari itu, ketiga pimpinan tersebut sering di sebut “tungku tigo sajarangan” di minangkabau.
TUNGKU TIGO SAJARANGAN
Ketiga pimpinan tersebut di minangkabau disebut dengan “tungku tigo sajarangan”, mengapa demikian?. Di minangkabau masyarakat terdahulu memasak dengan menggunakan sesuatu yang disebut “tungku”. Tungku tersebut selalu tiga sejajar, tidak ada tungku yang dua. Guna tungku tiga tersebut adalah agar apapun yang di masak di atasnya dapat di letakan dengan baik, seimbang, tidak miring, dan tidak tumpah. Hal ini yang menjadi simbol kukuhnya kepemimpinan ketiga unsur tersebut di dalam masyarakat di minangkabau.
Sedangkan, masyarakat di ibaratkan sebuah bejana yang di letakan di atas tungku tersebut. jikalau tungku tersebut seimbang, maka bejana tersebut tidak akan jatuh ke atas api. Maksudnya adalah, masyarakat tidak akan sesat, kacau dan rusak jika ketiga pemimpin tersebut tetap bekerja sama dan menempatkan diri pada posisi masing – masing.
Pusaka adat menjelaskan bahwa “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah". Antara adat dan agama tidak ada pertentangan. Syarak memberikan hukum, atau syariat, kemudian adat melaksanakannya. Seperti kata pusaka lain, “syarak mangato, adat mamakai”. Dari dua konsep ini yaitu adat dan syarak, di butuhkan dua unsur pimpinan, pangulu dan alim ulama. Kemudian unsur ketiga dibutuhkan undang – undang yang di kuasai oleh cadiak pandai. Dengan demikian antara adat, agama dan undang – undang dapat berjalan seiring.
Ketika unsur pimpinan tersebut juga melahirkan yang disebut dengan “ tali tigo sapilin” yaitu syarak, adat dan undang –undang. Ketiga hal tersebut di butuhkan oleh masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Agama di butuhkan untuk mengatur hidup di dunia dan jalan menuju ke akhirat. Adat di butuhkan untuk melaksanakan ajaran agama tersebut. sedangkan undang – undang di perlukan untuk menetapkan kebijaksanaan dalam menjalankan adat dan agama. Maka dengan begitu, masyarakat minangkabau memiliki perangkat pimpinan yang lengkap serta perangkat aturan yang sempurna.