Asal Usul Bentuk Bangunan Rumah Gadang (Tradisional) di Sumatera Barat

Arsitektur adalah gaya rancangan suatu bangunan, biasanya disebut bentuk bangunan. Rumah gadang adalah rumah khas Minangkabau, lazim disebut rumah adat Minangkabau. Arsitektur rumah gadang berarti gaya rancangan bangunan rumah gadang atau bentuk rumah gadang Minangkabau.

Arsitektur merupakan kreasi seni bangunan. Di dalamnya mengandung beberapa unsur. Unsur-unsur itu adalah ruang, susunan, bentuk dan bahan. Terciptanyaa sebuah arsitektur berhubungan dengan kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lingkungan alamnya juga ikut menentukan penciptaan tersebut. selain itu, bentuk bangunan dilatarbelakangi oleh norma adat, kehidupan rohani dan kebiasaan masyarakatnya. Terciptanya arsitektur rumah gadang Minangkabau juga seperti itu.

Asal Usul Bentuk Bangunan Rumah Gadang Yang Khas

Ruang yang ada di dalam rumah gadang berguna untuk menampung kegiatan manusia sebagai pemiliknya. Ruang itu dimanfaatkan secara berkesinambungan oleh satu generasi ke generasi berikutnya. Susunan dan bentuk rumah gadang dipengaruhi oleh alam lingkungan. Sedangkan adat dan kebiasaan masyarakat melatarbelakanginya. Dengan demikian, lingkungan alam dan lingkungan sosial berpengaruh terhadap bentuk dan susunan rumah gadang Minangkabau tersebut.

Adanya pengaruh adat dan kebiasaan (lingkungan sosial) serta lingkungan alam itu melahirkan banyak cerita tentang asal-usul rumah gadang Minangkabau. Cerita itu pada umumnya berasal dari tambo Minangkabau. Ada pula yang berasal dari berbagai tulisan yang ditulis pada masa lalu. Setiap cerita mempunyai argumen (alasan) tersendiri. Sehingga sukar diketahui yang mana yang paling benar.

Ada cerita yang menyatakan, bentuk rumah gadang itu menyerupai tanduk kerbau. Hal ini berkaitan dengan cerita tambo yang menyatakan kemenangan orang Minangkabau dalam adu kerbau dengan raja Jawa masa dahulu. Untuk melestarikan kemenangan tersebut, masyarakat Minangkabau membuat gonjong dibagian atap rumahnya seperti tanduk kerbau.

Cerita lain menyatakan, bentuk rumah gadang itu mirip sebuah kapal. Kapal itu mereka namakan “lancang”. Dahulu kala lancang itu datang dari arah timur melalui sungai Kampar. Ketika sampai di hulu sungai, kapal ditarik ke darat. Supaya kapal jangan lapuk, pemiliknya memasang atap pada kapal. Layar yang digantung pada tiang-tiangnya dan diikat denga tali, berfungsi sebagai atap. Oleh karena layar terlalu berat, tiang-tiang itu melengkung menyerupai gonjong seperti atap rumah gadang sekarang. Penumpang lancang (kapal) kemudian membangun rumah yang mirip dengan itu. Dari sinilah asal usul bentuk rumah gadang Minangkabau.

Cerita berikutnya menyatakan, bentuk rumah gadang itu menyerupai susunan sirih dan cerana. Tulang sirih itu melentik seperti bubungan atap. Pendapat itu diperkuat dengan fungsi sirih di Minangkabau, yaitu sebagai lambang persaudaraan dan kekeluargaan.

Jika diselidiki, tentu masih banyak cerita tentang asal usul bentuk rumah gadang tersebut. namun, sekilas cerita di atas adalah yang paling menonjol.

Bentuk rumah gadang itu sangat khas. Bentuk dasarnya segi empat, tetapi tidak simtris. Rumah itu mengembang ke atas, karena tonggak bagian luarnya tidak lurus ke atas melainkan miring sedikit arah luar. Hal itu dirancang mungkin karena mengingat kondisi alam Minangkabau. Wilayah Minangkabau berada di dataran tinggi dan dataran rendah bukit barisan. Embusan angin di daerah pegunungan termasuk kencang. Jadi dengan membangun rumah yang mengembang ke atas, mungkin dimaksudkan untuk menghadapi terpaan angin yang kencang tersebut.

Atap rumah gadang melengkung seperti tanduk kerbau atau seperti susunan sirih dalam cerana. Atapnya yang lancip atau runcing ke atas disebut “gonjong”. Semakin ke atas semakin lancip, semakin runcing dan tajam. Alam Bukit Barisan banyak mendapat hujan. Oleh karena itu atapnya dibuat meruncing ke atas, agar air hujan mudah mengalir ke bawah. Atap itu pada mulanya terbuat dari ijuk, namun sejak ada seng, sudah banyak rumah gadang yang menggunakan bahan lain sebagai atapnya seperti seng.

Lengkung pada badan rumah gadang, landai seperti kapal. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan cerita yang diungkapkan pada bagian atas tadi, yaitu cerita tentang asal bentuk rumah gadang itu tiruan dari bentuk sebuah lancang atau kapal.

Rumah gadang Minangkabau berbentuk rumah panggung. Lantainya tinggi, kira-kira 2 meter dari permukaan tanah. Hal ini mungkin juga ada hubungannya dengan alam. Oleh karena dahulu penduduk belum seramai sekarang dan binatang buas masih berkeliaran dengan bebas, lalu masyarakat membangun rumah panggun untuk menghindari binatang buas itu. Selain itu, di bagian bawah lantai rumah gadang juga digunakan untuk tempat memelihara ternak seperti ayam, kambing dan sapi.

Di antara lantai dan atap terdapat “pagu”, semacam loteng. Biasanya digunakan untuk menyimpan barang-barang yang jarang digunakan. Di dalam rumah gadang terdapat dua bagian. Bagian pertama adalah bilik atau kamar, dan bagian kedua adalah ruang lepas.
Begitu sekiranya asal usul arsitektur atau bentuk rumah gadang Minangkabau yang khas tersebut.


Sumber Referensi:


Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.

Posting Komentar

Apa Pendapat Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال