Asal Usul Luhak Tanah Datar Menurut Tambo Minangkabau

Banyak cerita di dalam tambo tentang asal usul Luhak Tanah Datar, namun sekurang-kurangnya ada dua cerita yang paling mononjol. Cerita pertama menyebutkan, dahulu kala, ketika nenek moyang orang Minangkabau masih tinggal dipuncak Gunung Marapi, disana ada tiga buah sumur. Sumur diartikan juga dengan luak (luhak). Salah satu dari tiga sumur itu ada yang terletak di tanah yang datar. Orang-orang biasanya minum di luhak tersebut pindah ke suatu tempat. Tempat itulah yang kemudian dinamakan “Luhak Tanah Datar” sesuai dengan tempat sumur di Gunung Marapi.

Asal Usul Luhak Tanah Datar Menurut Tambo Alam Minangkabau

Cerita kedua, Nenek Moyang orang Minangkabau pertama-tama membuat nagari di Pariangan Padang Panjang. Lama kelamaan nagari itu terasa sempit, karena penduduk berkembang dari masa ke masa. Akhirnya mereka mulai mencari daerah baru untuk di tempati. Salah satu daerah itu ialah daerah yang tidak rata, tidak datar. Tanah berbukit-bukit dan berlembah-lembah. Nama tempat itu mereka tetapkan sesuai dengan kondisi, yaitu Luhak Tanah Datar. Luak disini mengandung makna “kurang”. Jadi daerah yang tanahnya kurang datar. Begitulah cerita “tambo”.
Di dalam mamangan atau kato pusako (kata pusaka) Minangkabau diungkapkan:

Dari mano titiak palito
Dari telong nan batali
Dari mano asa niniak kito
Dari puncak Gunuang Marapi


Jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia, akan berbunyi seperti berikut:

Darimana titik pelita
Dari telong yang bertali
Dari mana asal nenek kita
Dari puncak Gunung Marapi

Ungkapan di atas menunjukkan asal usul nenek moyang orang Minangkabau. Disebutkan asal mulanya adalah dari lereng Gunung Merapi, yaitu Pariangan Padang Panjang. Pariangan Padang Panjang adalah tempat yang mula-mula menjadi pemukiman. Oleh karena penduduk kian berkembang kian bertambah, tempat itu terasa tidak memadai lagi. Itulah sebabnya mereka mencari tempat yang baru. Salah satu tempat baru itu adalah Luhak Tanah Datar.

Luhak Tanah datar disebut juga “Luhak nan tuo” (luhak yang tua). Hal itu ada hubungannya dengan perpindahan penduduk dari Pariangan Padang Panjang. Yang pertama pindah adalah rombongan yang Tanah Datar, kemudian disusul oleh rombongan ke luhak yang lain. Berdasarkan hal tersebut, maka disebutkan bahwa Luhak Tanah Datar adalah Luhak Nan Tuo.

Luhak Tanah Datar memiliki ungkapan yang khas. Ungkapan itu berbunyi sebagai berikut:
“buminya lembang, aianyo tawa, ikannyo banyak”
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menjadi seperti berikut:
“buminya lembang, airnya tawar, ikannya banyak”.
Ungkapan tersebut melukiskan watak masyarakatnya. Luhak ini penduduknya ramai, status masyarakat tidak merata, mungkin karena disinilah dulu terletak pusak kerajaan Pagaruyuang.

Rumah gadang Luhak Tanah Datar juga berbeda dengan rumah gadang luhak lain. Rumah gadangnya memiliki angjungan di sebelah kiri dan kanan, artinya lantai rumah gadang itu tinggi disebelah kiri dan kanan. Rumah gadang seperti adalah rumah gadang lareh koto piliang. Hal ini menunjukkan bahwa di luhak ini, lareh koto piliang ada lah lareh yang sangat berpengaruh.

Daerah-daerah yang termasuk ke dalam Luhak Tanah Datar ini adalah:

1. Tampuak Tangkai Pariangan Viii Koto:

A. Pariangan
B. Padang Panjang
C. Guguak,
D. Sikaladi,
E. Koto Tuo,
F. Tanjung Limau,
G. Sialahan,
H. Batu Basa.

2. Tujuah Langgam Dihilia:

A. Turawan,
B. Padang Luar,
C. Padang Magek,
D. Sawah Kareh,
E. Kinawai,
F. Balimbiang,
G. Bukit Tamusu.

3. Limo Kaum Xii Koto:

A. Dusun Tuo,
B. Balah Labuah,
C. Balai Batu,
D. Kubu Rajo,
E. Piliang,
F. Ngungun,
G. Panti,
H. Silabuak Ampalu,
I. Parambahan,
J. Cubadak,
K. Supanjang,
L. Pabalutan,
M. Sawah Jauah,
N. Rambatan,
O. Tabek Sawah Tangah

4. Ix Koto Di Dalam:

A. Tabek Boto,
B. Salogondo,
C. Baringin,
D. Koto,
E. Baranjak,
F. Lantai Batu,
G. Bukik Gombak,
H. Sungai Ameh,
I. Ambacang Baririk,
J. Rajo Dani.

5. Tanjung Nan Tigo Lubuak Nan Tigo:

A. Tanjuang Alam,
B. Tanjuang Sungayang,
C. Tanjuang Barulak,
D. Lubuak Sikarah,
E. Lubuak Simauang,
F. Lubuak Sipunai.

6. Sungai Tarab Viii Batu:

A. Limo Batu Dan Tigo Batu
B. Ikua Kapalo Kapak,
C. Randai Gombak Katitiran :
- Koto Tuo Pasisia Laweh
- Koto Baru Rao-Rao
- Salo Patir Sumaniak
- Supayang
- Situmbuak
- Gurun Ampalu
- Sijangek Koto Badampiang

7. Langgam Nan Tujuah:

A. Labutan,
B. Sungai Jambu,
C. Batipuah Nagari Gadang,
D. Tanjuang Balik Sulik Aia,
E. Singkarak,
F. Saniang Bakar,
H. Silungkang Padang Sibusuak,
I. Sumaniak, Suraso.

8. Batipuah X Koto:

A. Batipuah,
B. Oto Baru Aia Angek,
C. Koto Laweh,
D. Pandai Sikek,
E. Panyalaian,
F. Bukik Suruangan,
G. Gunuang,
H. Paninjauan,
I. Jaho Tambangan,
J. Pitalah Bungo Tanjuang,
K. Sumpu Malalo,
L. Singgalang.

9. Lintau Buo Ix:

A. Batu Buleh,
B. Balai Tangah,
C. Tanjuang Bonei,
D. Tapi Selo Lubuak Jantan,
E. Buo,
F. Pangian,
G. Taluak Tigo Jangko

Demikianlah daerah-daerah yang termasuk ke dalam Luhak Tanah Datar tersebut. Mungkin telah terjadi pergantian nama pada daerah-daerah tersebut karena alasan tertentu, misalnya untuk menyusaikan dengan perkembangan zaman dan sebagainya.


Sumber Referensi:


Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.



image: www.istanobasapagaruyung.com

Posting Komentar

Apa Pendapat Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال