Konsep Dasar Adat Minangkabau Sumatera Barat

Adat Minangkabau didasarkan kepada kenyataan yang hidup dan berlaku dalam alam. Adat itu merupakan aturan yang tersusun dalam “kato-kato” (kata-kata). Kato-kato itu berbentuk pertatah dan petiti yang mengambil bentuk, sifat, dan kehidupan alam sebagai dasarnya. Oleh karena itu, orang Minangkabau menjadikan alam sebagai sumber falsafah nya dan dikenal dengan “alam takambang jadi guru”.

Konsep Dasar Adat Minangkabau

Dari sifat, bentuk dan kehidupan alam itu, orang Minangkabau merumuskan adatnya. Sifat alam yang tetap dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan adat “babuhua mati” (berbuhul mati, sifat alam yang berubah-rubah menjadi pedoman merumuskan adat “babuhua sintak” (berbuhul sentak). Dari kedua sifat alam tersebut lahirlah empat tingkat atau macam adat yaitu, adat sabana adat, adat nan diadatkan, adat nan taradat, dan adat istiadat.

Konsep Minangkabau berdasarkan kepada alam kemudian dituangkan ke dalam kata-kata dalam bentuk pertatah dan petiti. Kata pertatah adalah patokan hukum adat yag menjadi sumber peraturan yang mengatur segala hubungan pergaulan dalam masyarakat Minangkabau. Petatah sering juga disebut dengan “pepatah”, asal katanya adalah tatah, bukan patah, artinya “pahatan, patokan”. Petatah atau pepatah dalam istilah adat ialah pahatan kata, atau patokan, atau kata-kata yang mengandung pahatan kata atau patokan kata yang berupa hukum.

Selain kata pertatah ada pula kata petiti. Titi artinya atur dengan seksama, dengan betul dan dengan tepat. Petiti artinya aturan yang mengatur pelaksanaan adat dengan seksama. Petatah merupakan patokan yang menjadi norma hukum, sedangkan petiti mengandung peraturan yang mengatur batas-batas pelaksanaan norma itu. Misalnya, sebuah petatah mengatakan “iduik dikandung adat” (hidup dikandung adat) diatur pelaksanaannya oleh petiti “adat iduik tolong-manolong, adat mati janguak-manjanguak, adat lai bari-mambari, adat indak basalang-tinggang” (adat hidup tolong-menolong, adat mati jenguk-menjenguk, adat ada beri-memberi, adat tidak ada berselang-tenggang).



Sumber Referensi:


Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.



image: www.goodreadscom.com



Posting Komentar

Apa Pendapat Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال