Setidaknya ada dua manfaat dari silat tradisional. Pertama, untuk pesilat itu sendiri dan kedua untuk silat tersebut. bagi pesilat, manfaatnya sangat banyak, antara lain untuk melatih pisik dalam bentuk olah tubuh (olahraga) dan pelatihan mental. Sedangkan untuk silat, merupakan pelestarian budaya leluhur atau budaya yang turun-temurun dari nenek moyang.
Silat membutuhkan gerakan. Gerakan-gerakan yang seimbang dan harmonis merupakan pelatihan pisik yang mantap. Setiap gerakan bertumpu atau bersumber pada setiap persendian tubuh. Mulai dari persendian tangan, siku, pangkal lengan, leher, pinggang, pangkal paha, lutut, dan pergelangan kaki. Gerakan-gerakan, mulai dari gerakan dasar sampai gerakan pecahannya menggunakan gerakan seimbang yang dapat melatih tubuh. Gerakan-gerakan itu secara pisik termasuk dalam gerakan olahraga.
Secara mental, silat merupakan pelatihan kesabaran. Silat mengutamakan pertahanan. Penyerangan hanya dibolehkan jika sudah beberapa kali menghindar. Oleh karena itu, seorang pesilat dilatih untuk bersabar, untuh menahan diri, dan untuk mawas diri dari perselisihan. Ketika belajar silat, pertama-tama guru silat akan menjelaskan kepada calon muridnya, tentang pentingnya kesabaran dalam bersilat.
Dalam hubungan antar manusia, silat mempertalikan antara seseorang dengan orang lain. biasanya, di kampung-kampung terdapat perkumpulan silat dengan jumlah murid yang cukup banyak. Para pemuda dan remaja secara mantap diorganisasikan oleh perguruannya. Dengan demikian, perkelahian antar remaja dan antara pemuda dapat dihindari. Oleh karena guru silat selalu menekankan, bahwa orang satu perguruan adalah orang bersaudara. Lebih luasnya, orang yang satu aliran silat adalah orang “berdunsanak”. Antara orang yang berdunsanak selalu bela-membela, hormat menghormati, dan tolong-menolong.
Guru silat sangat arif. Ia tidak menanamkan permusuhan dengan perguruan yang lain. bahkan terkadang, jika muridnya sudah mantap dan mapan, dianjurkan untuk belajar ke perguruan yang lain. dengan demikian, silat telah mengikat hubungan dengan orang-orang yang diluar perguruannya.
Jadi, silat bermanfaat untuk melatih pisik dan mental, membela diri, pertunjukan seni, dan membina hubungan antar manusia, serta menghindari perkelahian antar remaja dan antar pemuda.
Untuk kepentingan pelestarian budaya, pencak silat juga bermanfaat. Artinya, jik generasi muda terus menerus mempelajari silat tradisional, warisan nenek moyang tidak akan lenyap. Ia akan terus menjadi milik masyarakatnya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian, pencak silat juga merupakan ajang untuk melestarikan nilai budaya bangsa.
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.
Secara mental, silat merupakan pelatihan kesabaran. Silat mengutamakan pertahanan. Penyerangan hanya dibolehkan jika sudah beberapa kali menghindar. Oleh karena itu, seorang pesilat dilatih untuk bersabar, untuh menahan diri, dan untuk mawas diri dari perselisihan. Ketika belajar silat, pertama-tama guru silat akan menjelaskan kepada calon muridnya, tentang pentingnya kesabaran dalam bersilat.
Dalam hubungan antar manusia, silat mempertalikan antara seseorang dengan orang lain. biasanya, di kampung-kampung terdapat perkumpulan silat dengan jumlah murid yang cukup banyak. Para pemuda dan remaja secara mantap diorganisasikan oleh perguruannya. Dengan demikian, perkelahian antar remaja dan antara pemuda dapat dihindari. Oleh karena guru silat selalu menekankan, bahwa orang satu perguruan adalah orang bersaudara. Lebih luasnya, orang yang satu aliran silat adalah orang “berdunsanak”. Antara orang yang berdunsanak selalu bela-membela, hormat menghormati, dan tolong-menolong.
Guru silat sangat arif. Ia tidak menanamkan permusuhan dengan perguruan yang lain. bahkan terkadang, jika muridnya sudah mantap dan mapan, dianjurkan untuk belajar ke perguruan yang lain. dengan demikian, silat telah mengikat hubungan dengan orang-orang yang diluar perguruannya.
Jadi, silat bermanfaat untuk melatih pisik dan mental, membela diri, pertunjukan seni, dan membina hubungan antar manusia, serta menghindari perkelahian antar remaja dan antar pemuda.
Untuk kepentingan pelestarian budaya, pencak silat juga bermanfaat. Artinya, jik generasi muda terus menerus mempelajari silat tradisional, warisan nenek moyang tidak akan lenyap. Ia akan terus menjadi milik masyarakatnya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian, pencak silat juga merupakan ajang untuk melestarikan nilai budaya bangsa.
Sumber Referensi:
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.