Merantau memang sudah menjadi suatu budaya orang minangkabau sejak dahulunya. Sejak zaman nenek moyang orang minangkabau, mereka telah merantau ke berbagai pelosok di nusantara. Hingga kini kebiasaan itu masih mereka miliki. Anak muda minangkabau akan dianggap tidak berpengalaman, jika belum pernah merantau atau belum pernah menginjak tanah rantau, seperti itulah anggapan orang terdahulu.
Rantau adalah daerah diluar negeri sendiri atau tanah tempat mencari kehidupan. Rantau minangkabau adalah daerah luar dari “luhak nan tigo” yang merupakan daerah awal mereka menjalani hidup dan kehidupan.
Merantau adalah pergi ke negeri orang lain untuk mencari penghidupan. Pada hakikatnya merantau tersebut adalah mencari penghidupan, tetapi ada juga yang mengembangkan kebudayaan diperantauan. Setiap luhak memiliki daerah perantauannya masing-masing.
RANTAU LUHAK TANAH DATAR
Rantau luhak tanah datar mengarah ke barat dan tenggara. Sebagian sampai ke provinsi jambi sekarang. Didaerah tersebut hingga sekarang masih memakai kebudayaan minangkabau. Semua segi kehidupan masih terpengaruhi oleh kebudayaan adat minangkabau.
Rantau luhak tanah datar itu meliputi daerah sahiliran sungai batanghari yang disebut dengan rantau batanghari dan pucuak jambi sambilan lurah. Selain itu juga disebut rantau kuantan, yakitu nagari-nagari sepanjang batang kuantan, atau disebut juga dengan rantau kurang aso duo puluah. Nagari tersebut terdiri atas lima kelompok : empat koto dihulu, lima koto dimudiak, tigo koto lubuak ramo, tiga koto di tangah, empat koto di hilia.
Nagari-nagari yang termasuk kedalam kelompok itu adalah lubuak ambacang, lubuak jambi, gunuang koto , benai, pangian, basra, sitanjua, kopa, talua ingin, inuman, surantiah, taluak rayo, simpang kulayang, aia molek, pasia ringgit, kuantan, talang mamak, dan kualo enok.
Selain daerah tersebut, daerah rantau lainnya yaitu : rantau pasisia panjang disebut juga rantau banda X. Daerahnya yaitu batang kapeh,kuok, surantiah, ampiang perak, kambang, lakitan, punggasan, aia haji, painan banda salido, tarusan, tapan, lunang, silaut, dan indro puro.
Selain daerah tersebut, daerah lainnya yaitu ujuang darek kapalo rantau yaitu daerah perbatasan antara daerah rantau dengan luhak. Daerah tersebut yaitu anduring kayu tanam, guguak kapalo hilalang, sicincin, toboh pakandangan, 2x11 enam lingkuang dan VII koto sungai sariak.
Ada juga sebagian pendapat yang menyebutkan bahwa daerah rantau tanah datar yang lain adalah kubuang tiga belas, muaro labuah, kurinci, dan sepanjang pantai antara padang dengan indro pura.
Berdasarkan penjelasan diatas daerah rantau luhak tanah datar lumayan luas. Hal ini menjadikan daerah minangkabau bertambah luas. Penduduk yang menyebar dan menetap didaerah diluar luhak nan tigo mencoba mengembangkan budaya minangkabau dan akhirnya daerah tersebut memakai adat minangkabau secara menyeluruh.
RANTAU LUHAK AGAM
Berbeda dengan luhak tanah datar, luhak agam menyebar ke arah utara dan kearah barat. Keutara sampai ke perbatasan sumatera utara sekarang. Ke barat sampai ke daerah pantai barat lautan hindia sepanjang sumatera barat sekarang.
Seperti halnya luhak tanah datar, penduduk luhak agam merantau juga karena ingin mencari penghidupan yang lebih layak. Mereka pergi merantau untuk berusaha di daerah-daerah perantauan tersebut seperti bertani, bercocok tanam berladang dan usaha-usaha lainnya hingga mereka tinggal selama di daerah tersebut. Mereka mengembangkan adat minangkabau di daerah tersebut.
Rantau agam di sepanjang pantai samudera hindia, mulai dari pantai air bangis sampai ke pantai tiku pariaman. Sedangkan daerah pedalaman meliputi psaman barat, pasaman timur, panti, rao, lubuak sikaping, dan daerah-daerah sekitarnya.
Di samping daerah rantau, luhak agam juga memiliki daerah ujung darek kapalo rantau, yaitu daerah antara rantau dengan luhak. Daerah-daerah itu meliputi palembayan, silaras air. Lubuak basuang, kampuang pinang, simpang ampek, sungai garinggiang, lembah bawan, tigo koto, garagahan, dan manggopoh.
Pada dasarnya, daerah rantau luhak agam meliputi seluruh daerah kabupaten pasaman sekarang dan sebagian wilayah kabupaten padang pariaman sekarang.
Dibandingkan dengan daerah rantau luhak tanah datar, ternyata nagarinya lebih sedikit, akan tetapi jika dilihat didalam peta wilayahnya lumayan luas. Jadi nagarinya tidak atau belum berkembang secara pesat, tetapi wilayahnya sangat luas.
RANTAU LUHAK “LIMO PULUAH KOTO”
Luhak limo puluah koto adalah “luhak nan bungsu”. Sama halnya dengan kedua luhak yang lain, luhak agam juga memiliki daerah perantauan sendiri. Tujuan mereka merantau pun sama dengan luhak yang lainnya yaitu mencari penghidupan yang lebih layak. Sambil merantau mereka juga mengembangkan adat dan budaya didaerah perantauan tersebut. Akhirnya daerah perantauan tersebut juga menjadi daerah minangkabu.
Rantau luhak limo puluah koto ternyata juga sangat luas. Wilayah rantaunya juga memasuki daerah provinsi riau sekarang. Daerah riau yang termasuk rantau luhak ini adalah daratan riau. Daerah tersebut adalah rantau kampar kanan dan rantau kampar kiri.
Daerah-daerah yang termasuk ke wilayah rantau tersebut antara lain adalah manggilang jo tanjuang balik, pangkalan jo koto alam, gunuang malintang, muaro paeti, tanjuang baringin, sampai ka rokan pandalian, singingi gunuang sailan, kuntu jo lipek kain, ludai jo ujung bukik, sanggan jo tanjuang, gunuang bungsu muaro takui, pongkai jo binamang, tanjuang abai jo pulau gadang, baluang koto satangkai, tigo baleh jo lubuak aguang, limo koto kampar kuok jo salo, bangkinang jo rumbio, aia tirih, taratak buluah, pangkalan indawang, pangkalan kapeh, pangkalan sarai, jo koto laweh.
KEDUDUKAN RANTAU
Dari segi adat, kedudukan rantau sama dengan luhak. Rantau memiliki otonomi sendiri seperti luhak. Masyarakat rantau hidup di lingkungan adatnya. Mereka berhak mengurus dirinya, mengurus kekayaan rantaunya, membangun kehidupan ekonominya, dan menetapkan pemimpinnya. Pedoman utamanya tetap adat minangkabau. Jadi rantau dan luhak sama-sama wilayah minangkabau dan sama-sama memakai adat dan budaya minangkabau.
Garis keturuanan juga dari ibu atau “matrilineal”. Seperti yang terungkap dalam kata pusaka,
Sako turun-tamurun
Pusako jawek-bajawek
Sangsako pakai-mamakai
Adatnyo sabatang
Pusakonyo sabuah
Nan baniniak ka pagaruyuang
Nan badatuak ka pagaruyuang ka payakumbuah
Sapiah balahan limo puluah koto
Sapiah balahan agam jo tanah datar
Tasabuik di dalam adat
Panjang bakarekan, gadang bakabuangan
Laweh basibiran
Namun adat memandang kedudukannya sama, tetapi ada juga terdapat perbedaannya yaitu dalam unsur pemimpinnya. Dijelaskan dalam kata pusaka:
Luhak bapangulu
Rantau barajo
Tagak samo indak tasundak
Melenggang samo indak tapapeh
Artinya, jika luhak dipimpin oleh pengulu, namun di daerah perantauan dipimpin oleh raja.
Perbedaan lainnya terletak pada kewajiban. Nagari-nagari diluhak tidak berkewajiban membayar kepada raja pagaruyuang, tetapi pada saat adityawarman memerintah, setiap rantau membayar upeti, kekerajaan. Selain itu rantau juga harus membayar kewajiban lain seperti bea penjualan barang ke luar negeri, biaya pelabuhan dan bea masuk. Hal-hal tersebut tidak berlaku pada nagari-nagari yang ada di luhak.
Intinya, dari segi adat rantau dan luhak pada dasarnya sama, namun dari segi pemerintahan ada sedikit perbedaannya.