Kehidupan Masyarakat 'Kampuang' di Minangkabau Sumatera Barat Terdahulu

Kehidupan masyarakat kampung yang dibicarakan disini adalah masyarakat kampung dalam pengertian semula bukan menurut pengertian yang sekarang.

Kehidupan masyarakat kampung adalah kehidupan satu keluarga. Mereka hidup berdampingan bukan karena kebetulan berdekatan rumah saja, melainkan karena terikat oleh tali adat. Oleh karena mereka satu suku, berarti mereka satu sako, satu pusako, dan satu sangsako. Mereka satu sako, bararti penghulunya satu. Ia bernaung dalam satu lingkungan setali darah. Oleh sebab itu, mereka tidak boleh melakukan perkawinan (pernikahan).

Kehidupan Masyarakat Minangkabau Masa Dulu

Mereka satu pusako (pusaka) dan Harta mereka biasanya belum dibagi. Akan tetapi mereka mendapat hak atas harta bersama tersebut. harta diurus dan diatur oleh mamak, oleh penghulunya. Setiap warga kampung hidup dari harta tersebut yaitu dari hasilnya. Selain itu mereka secara bersama-sama berusaha untuk terus-menerus memeliharanya hartanya dan melipatgandakannya. Dengan demikian, pusako yang berbentuk harta tidak pernah habis.

Tata pergaulan mereka diatur oleh adat. Mereka hidup rukun, damai karena semuanya merupakan satu keluarga. Jika terjadi selisih pendapat, silang sengketa, mamak atau tuo kampung akan bertindak untuk menyelesaikan masalah tersebut secara arif dan bijaksana.

Apabila kehidupan semakin mekar, anak kemenakannya semakin berkembang dan rumah kian bertambah pula, kemungkinan rumah gadang akan bertambah pula. Dengan demikian di dalam kampung itu harus dibentuk beberapa tungganai. Tungganai adalah pimpinan orang saparuik. Pada mulanya hanya satu tungganai, tetapi karena semakin berkembang, menjadi beberapa tungganai. Sehingga kampung yang tadinya hanya terdiri dari satu rumah gadang, kini berkembang menjadi dua atau lebih.

Seperti yang diungkapkan dalam kato pusako (kata pusaka) berikut ini:
Kampuang batuo,
Rumah batungganai.
Terjemahannya:
Kampung ada tuanya,
Rumah ada tungganainya.

Begitulah kehidupan orang sekampung pada masa dahulunya. Mereka merupakan masyarakat satu suku yang berasal dari satu rumah gadang.


Sumber Referensi:


Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.


image: www.skyscrapercity.com

Posting Komentar

Apa Pendapat Anda?

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال