Ketika resmi menurut syarak dan adat seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan, terbentuklah sebuah keluarga baru. Pada mulanya, keluarga baru itu melekat pada keluarga rumah gadang ibu. Akan tetapi meskipun ia masih melekat, fungsi dan kedudukannya merupakan satu keluarga yang utuh pula.
Di dalam keluarga baru itu, pada mulanya hanya ada dua orang, yaitu, suami dan istri. Keluarga kecil tersebut telah merupakan suatu organisasi. Suatu organisasi yang layak, tentu ada pemimpinnya di samping anggotanya atau yang dipimpinnya. Secara kodrat, pemimpin baru itu adalah bapak. Dengan demikian, sebutan seorang bapak atau suami adalah kepala keluarga.
Sebagai kepala keluarga, bapak berkewajiban membangun rumah tangga yang harmonis. Ia bertanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarga, meningkatkan kesejahteraan keluarga, mendidik dan membimbing anak-anaknya dan membina hubungan baik dengan keluarga lain di dalam dan di luar rumah gadang. Semua usaha dan tanggung jawab itu dikerjakan bapak bersama ibu (istri). Selain itu juga mendapat arahan dan bimbingan dari mamak rumah yang selalu mengawasi kemenakannya.
Tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan, dilaksanakan dengan mengusahakan bersama istrinya. biasanya bapak ikut serta mengusahakan harta milik istri. Hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal itu dilakukan sesuai dengan ungkapan “anak dipangku, kemenakan dibimbing”. Anak dipangku maksudnya ialah memberikan segala kebutuhan anak dalam hidupnya. Kebutuhan itu tidak hanya terbatas kebutuhan kejiwaan (psikologi) anak.
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.
image: blogspotkampus.blogspot.com
Di dalam keluarga baru itu, pada mulanya hanya ada dua orang, yaitu, suami dan istri. Keluarga kecil tersebut telah merupakan suatu organisasi. Suatu organisasi yang layak, tentu ada pemimpinnya di samping anggotanya atau yang dipimpinnya. Secara kodrat, pemimpin baru itu adalah bapak. Dengan demikian, sebutan seorang bapak atau suami adalah kepala keluarga.
Sebagai kepala keluarga, bapak berkewajiban membangun rumah tangga yang harmonis. Ia bertanggung jawab memenuhi kebutuhan keluarga, meningkatkan kesejahteraan keluarga, mendidik dan membimbing anak-anaknya dan membina hubungan baik dengan keluarga lain di dalam dan di luar rumah gadang. Semua usaha dan tanggung jawab itu dikerjakan bapak bersama ibu (istri). Selain itu juga mendapat arahan dan bimbingan dari mamak rumah yang selalu mengawasi kemenakannya.
Tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan, dilaksanakan dengan mengusahakan bersama istrinya. biasanya bapak ikut serta mengusahakan harta milik istri. Hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal itu dilakukan sesuai dengan ungkapan “anak dipangku, kemenakan dibimbing”. Anak dipangku maksudnya ialah memberikan segala kebutuhan anak dalam hidupnya. Kebutuhan itu tidak hanya terbatas kebutuhan kejiwaan (psikologi) anak.
Sumber Referensi:
Amran, Rusli. 1981. Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau, Suatu Problema Sosiologi Sastra. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Mahmud, St. dkk 1978. Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah. Limo Kaum: Tanpa Penerbit.
Navis, A.A 1986. Alam Terkembang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Pt Pustaka Garafitipers.
Penghulu, M. Rasyid Manggis Dt. Rajo. 1982. Sejarah Ringkas Minangkabau dan Adatnya. Jakarta Mutiara.
Thaib, Darwis, glr. Dt. Sidi Bandoro. 1965. Seluk Beluk Adat Minangkabau. Bukittinggi: NV Nusantara.
Zulkarnaini. 1994. Modul Mata Pelajaran Muatan Lokal SLTP Terbuka. Jakarta: Depdikbud, Proyek Peningkatan Mutu dan Pelaksanaan Wajib Belajar SLTP.
Ramayulis, dkk. Buku Mata Pelajaran Muatan Lokal tentang Sejarah Kebudayaan Minangkabau pada SD, SLTP, SLTA di Sumatera Barat. Padang: Tanpa Tahun, Tanpa Penerbit.
Penghulu, H. Idrus Hakimy Dt. Rajo. 1984. Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau. Bandung: Remaja Karya CV.
Syarifuddin, Amir. 1984. Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung.
Tuah, H.Datoek, tt. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia.
image: blogspotkampus.blogspot.com